Monday, March 4, 2013

Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Dalam pola-pola hereditas, Sutton (sarjana Amerika) adalah orang yang pertama kali mendalami masalah pola-pola hereditas berpendapat sebagai berikut.

1. Jumlah kromosom yang terkandung dalam sel telur dan sel sperma adalah sama, yaitu masing-masing setengah jumlah kromosom yang dikandung oleh setiap sel induknya.

2. Organisme hasil pembuahan bersifat diploid (setiap selnya mengandung 2 perangkat kromosom).

3. Dalam peristiwa meiosis, yaitu kedua perangkat kromosom memisah secara bebas dan mengelompok secara bebas dengan kromosom lain yang bukan homolognya.

4. Bentuk dan identitas setiap kromosom adalah tetap, gen sebagai satu kesatuan faktor penurunan sifat adalah mantap walaupun mengalami peristiwa mitosis atau meiosis.
Pola hereditas yang dikemukakan Sutton merupakan penegasan terhadap hukum Mendel. Berdasarkan hasil penelitian Mendel, pada pembastaran dengan satu sifat beda (monohibrid), ratio fenotipe F2 adalah 12:1 jika kasusnya intermediet dan 3:1 jika kasusnya dominan penuh.

 

Pada pembastaran dihibrid, fenotipe F2 terdiri atas 4 macam, dengan ratio 9:3:3:1. Perbandingan tersebut bersifat umum dan akan selalu demikian, apabila setiap gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan karakter. Dalam kenyataannya, para ilmuwan sering menemukan angka
perbandingan lain, yang sekilas tampak berbeda dan menyimpang dari hukum Mendel, seperti perbandingan fenotipe F2 dari persilangan dihibrid diperoleh 9:3:4:9:7, 12:3:1:9:6:1, 15:1 dan lain-lain. Apabila dicermati, ternyata, angka-angka yang muncul tersebut merupakan hasil penggabungan dari angka yang dikemukakan oleh Mendel. Berikut adalah beberapa peristiwa mengenai perubahan atau penyimpangan yang terjadi pada gen atau kromosom, sehingga hasil perkawinan suatu pasangan induk seolah-olah menyimpang dari hukum Mendel.

Apabila diteliti lebih lanjut, ternyata angka-angka perbandingan itu tidak lain adalah penggabungan dari beberapa angka perbandingan yang semula ditemukan oleh Mendel, yaitu (9+3) : 3 : 1, 9 : 3 : (3+1), 9 : (3+3+1), 9 : (3+3): 1, (9+3+3) : 1, dan seterusnya. Karena alasan itulah maka disebut penyimpangan semu.


1. Interaksi dari Beberapa Gen (Atavisme)
Pada ayam dikenal 4 macam bentuk pial (jengger), yaitu:
a. pial sumpel (walnut).
b. pial biji (pea),
c. pial bilah (single),
d. pial gerigi (ros),

Macam-macam pial ayam
Macam-macam pial ayam
Sifat pial bilah adalah resesif, baik terhadap pial gerigi (ros) maupun terhadap pial biji (pea). Pial-pial tersebut dapat disilangkan satu sama lain sebagai berikut.

a. Apabila ayam berpial gerigi galur murni disilangkan dengan ayam berpial bilah, maka F1 100% berpial gerigi dan F2 terdiri atas 75 % gerigi dan 25 % bilah. Ini berarti bahwa pial gerigi dominan terhadap pial bilah.

b. Apabila ayam berpial biji galur murni disilangkan dengan ayam berpial gerigi bilah, maka F1 100% berpial biji dan F2 terdiri atas 75 % berpial biji dan 25 % bilah ini berarti bahwa pial biji dominan terhadap pial bilah.

c. Apabila ayam berpial biji galur murni disilangkan dengan ayam berpial gerigi galur murni, maka F1 100% berpial sumpel (walnut). Jadi sifat pialnya berbeda dengan induk jantan maupun induk betina. Sedangkan pada F2-nya diperoleh 4 macam fenotipe dengan perbandingan sebagai berikut pial sumpel : pial gerigi : pial biji : pial bilah = 9:3:3:1.

Penyimpangan di sini tidak menyangkut perbandingan fenotipe pada F2 tetapi muncul 2 sifat baru yang berbeda dengan kedua induknya, yaitu sumpel dan bilah, seperti tampak pada diagram berikut. Perhatikan penyimpangan pada penyilangan antara ayam berpial rose dan pial biji berikut!

Diagram Persilangan
Diagram Persilangan
Keterangan:
a. Semua kombinasi yang mengandung faktor R dan P, yaitu kombinasi nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, dan 13 selalu berpial sumpel.

b. Semua kombinasi yang mengandung faktor R saja tanpa P, yaitu nomor 6, 8, dan 14 akan berpial gerigi.

c. Semua kombinasi yang mengandung faktor P saja tanpa R, yaitu nomor 11, 12, dan 15 akan berpial biji.

d. Semua kombinasi yang tidak mengandung faktor P dan R, yaitu nomor 16 akan berpial bilah.

Penyimpangan yang tampak pada penyilangan dihibrid berdasarkan diagram tersebut adalah:
a. keturunan F1 tidak menyerupai salah satu induknya (tidak bergerigi dan tidak berbiji);
b. munculnya dua sifat baru, yaitu sifat pial sumpel sebagai hasil interaksi dua faktor dominan yang berdiri sendiri-sendiri dan sifat pial bilah sebagai hasil interaksi dua faktor resesif.


2. Polimeri
Sifat yang muncul pada pembastaran heterozigot dengan sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri tetapi mempengaruhi karakter dan bagian organ tubuh yang sama dari suatu organisme disebut polimeri.

Pada salah satu percobaannya, Nelson Ehle, menyilangkan gandum berbiji merah dengan gandum berbiji putih, fenotipe F1 semua berbiji merah tetapi tidak semerah biji induknya. Pada kasus ini, seolah-olah terjadi peristiwa dominan tidak penuh, sedangkan pada F2 diperoleh keturunan dengan ratio fenotipe 15 merah dan 1 putih adalah berasal dari penggabungan (9+3+3):1, berwarna merah ada 4 variasi yaitu merah tua, merah sedang, merah muda, dan merah muda sekali, sedangkan berwarna putih hanya ada 1 variasi, maka percobaan ini dikatakan bahwa pembastaran tersebut adalah dihibrida dan dua pasang alel yang berlainan tadi sama-sama mempengaruhi sifat yang sama yaitu warna bunga.

Apabila gen yang menimbulkan pigmen merah diberi simbol M1 dan M2, alel yang mengakibatkan tidak terbentuknya warna diberi simbol m1 dan m2, maka dapat digambarkan dalam diagram persilangan sebagai berikut. Perhatikan peristiwa polimeri pada persilangan antara gandum merah dan gandum putih!

Keterangan:


3. Kriptomeri
Kriptomeri adalah gen dominan yang seolah-olah tersembunyi apabila berdiri sendiri-sendiri dan pengaruhnya baru tampak apabila bersama-sama dengan gen dominan lainnya. Correns pernah menyilangkan tumbuhan Linaria maroccana berbunga merah galur murni dengan yang berbunga putih juga galur murni. Diperoleh F1 semua berbunga ungu, sedangkan F2 terdiri atas tanaman Linaria maroccana berbunga ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4.

Contoh kriptomeri pada bunga merah dan bunga putih
Contoh kriptomeri pada
bunga merah dan bunga putih


Berdasarkan penyelidikan terhadap plasma sel bunga Linaria, ternyata warna merah disebabkan oleh adanya pigmen antosianin dalam lingkungan plasma sel yang bersifat asam, sedangkan dalam lingkungan basa akan memberikan warna ungu. Tetapi apabila dalam plasma sel tidak terdapat antosianin, dalam lingkungan asam atau basa tetap akan membentuk warna putih.

Apabila :
A = ada bahan dasar pigmen antosianin,
a = tidak ada bahan dasar pigmen antosianin,
B = reaksi plasma sel bersifat basa, dan
b = reaksi plasma sel bersifat asam.

Gen A dominan terhadap a, dan gen B dominan terhadap b, sehingga diagram persilangannya dapat digambarkan, seperti pada diagram berikut. Perhatikan diagram peristiwa kriptomeri pada Linaria maroccana yang menghasilkan kombinasi ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4.


Individu genotipe F2 mempunyai:
a. A.B (antosianin dalam lingkungan basa) warna bunganya ungu sebanyak 9 kombinasi.
b. A.bb (antosianin dalam lingkungan asam) warna bunganya merah sebanyak 3 kombinasi.
c. aaB. dan aa bb (tidak mengandung antosianin) warna bunganya putih sebanyak 4 kombinasi.


4. Epistasis dan Hipostasis
Epistasis dan hipostasis adalah salah satu bentuk interaksi antara gen dominan mengalahkan gen dominan lainnya yang bukan sealel. Gen dominan yang menutup gen dominan lainnya disebut epistasis dan gen dominan yang tertutup itu disebut hipostasis.

Peristiwa ini terjadi baik pada tumbuhan, hewan, maupun manusia. Pada tumbuhan, peristiwa epistasis dan hipostasis dijumpai pada warna kulit gandum dan warna kulit labu squash, sedangkan pada hewan dapat dijumpai bulu mencit. Pada manusia, peristiwa tersebut juga dapat dijumpai misalnya pada warna mata.

Nelson Ehle mengadakan percobaan persilangan dengan objek tanaman gandum. Gandum berkulit biji hitam disilangkan dengan gandum berkulit putih kuning. Hasilnya (F1) 100% berkulit biji hitam. Pada F2 diharapkan akan dihasilkan keturunan dengan fenotipe 75% hitam dan 25% kuning, tetapi ternyata tidak demikian, hasil yang diperoleh mempunyai perbandingan sebagai berikut 12 hitam : 3 kuning : 1 putih. Persilangan ini mirip prinsip Mendel yaitu (9 + 3) : 3 : 1.

Setelah dianalisis, ternyata gen yang menimbulkan pigmentasi hitam dan kuning berdiri sendiri-sendiri dan keduanya merupakan faktor dominan terhadap faktor putih. Jadi, gen H (hitam) dominan terhadap h (putih) gen K (kuning) dominan terhadap k (putih). Perhatikan diagram persilangan antara gandum berkulit biji hitam HHkk dengan gandum berkulit biji kuning hhKK berikut!

Genotipe F1 Hhkk fenotipenya adalah hitam. Ini menunjukkan bahwa faktor H menutup faktor K, faktor H disebut epistasis dan faktor K disebut hipostasis. Jika F1 mengadakan meiosis akan menghasilkan gamet Hk, Hk, hK, dan hk, sehingga kemungkinan kombinasi F2 adalah seperti diagram berikut.

Peristiwa hipostasis dan epistasis menghasilkan kombinasi yaitu hitam : kuning : putih = 12 : 3 : 1.
Keterangan :
Semua kombinasi yang mengandung H, fenotipenya adalah hitam. Kombinasi yang mengandung faktor dominan K hanya menampakkan warna kuning jika bersama faktor H. Kemungkinan kombinasi 1/16 adalah kombinasi dua faktor resesif dari kedua pasangan alel hhkk. Individu ini tidak mengandung faktor dominan dan menampakkan warna putih. Ini adalah jenis homozigot baru yang hanya mungkin timbul dari persilangan dihibrid.


5.  Tautan
Di dalam setiap kromosom tersimpan ratusan gen yang dapat menimbulkan suatu sifat bersama-sama. Dua atau lebih gen yang menempati kromosom yang sama disebut terpaut atau linkage. Peristiwa terbentuknya gen tertaut ini disebut tautan, seperti terlihat pada Gambar sebagai berikut.

Gen dan alel yang terletak pada sepasang kromosom
Gen dan alel yang terletak pada sepasang kromosom
Gambar diatas memperlihatkan gen-gen yang terletak pada masing-masing kromosom yaitu A, B, C, D atau F dan membentuk 1 rangkaian, begitupun dengan alelnya yaitu a, b, c, d, e, dan f. Peristiwa tautan dikemukakan oleh Morgan pada percobaannya mengenai persilangan lalat buah (Drosophila melanogaster) yang memiliki perbedaan morfologis, seperti bentuk sayap, warna tubuh, dan warna mata. Dalam percobaannya Morgan menyilangkan Drosophila betina normal berwarna tubuh kelabu dan bersayap panjang dengan Drosophila jantan tak normal yang berwarna tubuh hitam dan tak bersayap. Dari persilangan itu, Morgan mendapat persilangan F1 yang berwarna tubuh kelabu dan bersayap panjang. Jika pada F1 individu jantan ditestcross dengan induk resesif maka keturunannya hanya terdiri atas 2 kelas, yakni kelabu-panjang dan hitam-pendek dengan rasio fenotipe 1:1.

Jika b dan v atau B dan V merupakan alel yang terdapat pada pasangan kromosom yang berbeda, perhatikan persilangan di bawah ini!

Persilangan: Gen dan alel yang terletak pada pasangan kromosom yang berbeda

Keterangan:
BbVv = Drosophila kelabu-bersayap panjang
Bbvv = Drosophila kelabu-bersayap pendek
bbVv = Drosophila hitam-bersayap panjang
bbvv = Drosophila hitam-bersayap pendek

Jadi, seharusnya persilangan tersebut menghasilkan rasio fenotipe 1:1:1:1. Hal ini disebabkan kromosom yang mengandung alel B atau b dan alel V atau v yang pergi ke kutub atas atau bawah pada meiosis sama besar. Oleh karena itu, rasio macam gamet, baik kombinasi parental maupun rekombinannya sama. Tetapi, hal itu tidak terlihat pada hasil penemuan Morgan sebab BV dan bv tertaut dalam satu kromosom, sehingga saat meiosis dihasilkan 2 variasi gamet BV dan bv. Turunan pertama atau F1 bergenotipe BbVv, berwarna kelabu-sayap panjang, terlihat seperti pada persilangan
berikut ini.

Persilangan: Gen dan alel yang terletak pada pasangan kromosom yang berbeda

Keterangan :
BbVv = Drosophila kelabu-bersayap panjang
bbvv = Drosophila hitam-bersayap pendek

Rasio fenotipe hasil testcross ialah kelabu-sayap panjang : hitam-sayap pendek 1:1. Ini berarti macam gamet rekombinan tidak muncul, sebab b bertaut V, b bertaut v, sehingga gamet yang dihasilkan F1 hanya BV dengan bv. Karena rasio gamet BV dengan bv 1:1 maka rasio fenotipe hasil testcross. Bbvv : bbvv = lalat buah kelabu-sayap panjang : hitam-sayap pendek = 1:1.

Penemuan Morgan ini menunjukkan bahwa gen BV dan bv bukan terletak pada kromosom berbeda, tetapi pada kromosom yang sama, artinya bertaut.


6. Pindah Silang
Pada peristiwa meiosis, kromatid yang berdekatan dari kromosom homolog tidak selalu berjajar berpasangan dan beraturan, tetapi kadangkadang saling melilit satu dengan lainnya. Hal ini menyebabkan sering terjadi sebagian gen-gen suatu kromatid tertukar dengan gen-gen kromatid homolognya. Peristiwa ini disebut dengan pindah saling atau crossing over.

Gambar berikut ini memperlihatkan terjadinya pembelahan meiosis. Sel-sel yang mengadakan pembelahan bergenotipe AaBb. Gen A bertaut dengan gen B, sedangkan gen a bertaut dengan gen b. Apabila tidak terjadi peristiwa pindah silang maka sel-sel anakan yang terbentuk akan mempunyai susunan gen AB dan ab dengan rasio 50%:50% atau 1:1 yang semuanya terdiri atas kombinasi parental (KP). Tetapi, apabila sebagian sel yang membelah mengalami pindah silang maka di samping kombinasi parental, akan terbentuk pula rekombinan atau kombinasi baru (RK) yang frekuensinya masing-masing ditentukan oleh frekuensi sel yang mengalami pindah silang.

Selama meiosis, pindah silang dapat terjadi antara gen-gen dalam kromosom yang sama. Jumlah pindah silang yang terjadi tergantung pada jarak antara gen-gen itu, seperti tampak pada Gambar berikut ini.

Pindah silang
Pindah silang

Pada Gambar diatas terlihat bahwa sel yang mengalami pindah silang sebanyak 20% dari jumlah sel yang membelah. Hal ini berarti 80% sel lainnya tidak mengalami pindah silang, sehingga kombinasi sel gamet yang dihasilkan dapat dihitung sebagai berikut.

Keterangan:

a. Untuk kelompok sel yang tidak mengalami pindah silang yaitu sebanyak 80%. Setiap sel yang membelah dalam kelompok ini akan menghasilkan 4 sel baru yang haploid. Sel baru ini terdiri atas 2 macam kombinasi, yaitu AB dan ab, dengan rasio 50% AB : 50% ab. Jadi frekuensi gamet AB=50%x80%=40% dan frekuensi gamet ab=50%x80%=40%.

b. Untuk kelompok sel yang mengalami pindah silang, yaitu sebanyak 20%, setiap selnya menghasilkan 4 sel gamet baru dengan kombinasi AB, Ab, aB terbentuk karena adanya peristiwa pindah silang.

Berdasarkan hal tersebut maka frekuensi masing-masing kombinasi adalah sebagai berikut:
AB = 25% x 20% = 5% ; Ab = 25% x 20% = 5%
aB = 25% x 20% = 5% ; ab = 25% x 20% = 5%

Apabila peristiwa a dan b digabungkan, maka akan dihasilkan macam dan frekuensi kombinasi sebagai berikut:
AB = 40% + 5% = 45% ; Ab = 40% + 5% = 45%

AB dan ab yang merupakan kombinasi parental (KP), frekuensinya 90%.
Ab = 5% ; aB = 5%

Ab dan aB yang merupakan kombinasi baru atau rekombinan (RK), frekuensinya 5%.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa apabila dalam peristiwa tautan tidak terjadi pindah silang, maka semua susunan gen pada sel gametnya merupakan kombinasi parental, tetapi apabila dalam peristiwa ini terjadi pindah silang maka susunan gen pada sel gametnya terdiri atas 2 jenis yakni kombinasi parental dan dihasilkan F1 ada 4 macam, yaitu AB, ab, Ab, dan aB. AB dan ab merupakan kombinasi parental, sedangkan Ab dan aB merupakan rekombinan. Pada peristiwa pindah silang ini frekuensi kombinasi parental (KP) lebih dari 50% dan frekuensi rekombinan (RK) kurang dari 50%. Kombinasi baru atau rekombinan yang terbentuk pada peristiwa pindah silang frekuensinya selalu lebih kecil daripada kombinasi parental (RK<KP).


7. Tautan Seks
Morgan pernah menyilangkan lalat betina bermata merah dengan lalat jantan bermata putih. Hasilnya adalah bahwa keturunan F1 100% bermata merah, sedangkan keturunan F2 75% bermata merah dan 25% bermata putih. Tetapi, yang bermata putih selalu jantan walaupun percobaan tersebut berulang-ulang dilakukan, tetapi hasilnya selalu sama. Berdasarkan hasil tersebut Morgan menyusun hipotesis sebagai berikut:

a. Faktor warna mata merah langsung dominan terhadap faktor warna mata putih.
b. Gen yang bertanggung jawab atas warna mata ini terkandung di dalam kromosom X.
c. Di dalam kromosom Y tidak terdapat gen yang bertanggung jawab atas warna mata.

Selanjutnya, Morgan menyatakan bahwa gen atau sifat yang tergantung pada kromosom seks ini disebut tertaut seks, seperti dalam diagram dengan penjelasan, keturunan F1 semua bermata merah, baik jantan maupun betina, sedangkan keturunan F2 75% bermata merah dan 25% bermata putih. Yang bermata putih selalu jantan, bukan berarti yang jantan selalu bermata putih.


8. Gagal Berpisah dengan Letal
Gagal berpisah merupakan peristiwa gagalnya satu atau lebih kromosom untuk berpisah pada waktu meiosis (pembentukan gamet) dan menyebabkan jumlah kromosom berubah, baik gamet dan atau individu baru berakhir dengan jumlah kromosom yang abnormal, misalnya dapat terjadi aneuploidi atau poliploidi.

Aneuploidi merupakan suatu keadaan keturunan memiliki satu kromosom lebih atau satu kromosom kurang dari jumlah kromosom yang dimiliki tetuanya. Hal tersebut dapat terjadi pada sel diploid yang mendapat satu tambahan satu kromosom (n + 1), selanjutnya jika gamet tersebut bersatu dengan gamet lain yang normal maka individu baru akan berkromosom (2n + 1) yang disebut trisomi. Sebaliknya, jika sebuah gamet yang kekurangan satu kromosom bersatu dengan gamet normal maka individu baru tersebut memiliki jumlah kromosom (2n – 1) dan disebut monosomi.

Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster
Adapun poliploidi adalah keturunan yang memiliki kelipatan jumlah kromosom dari tetuanya, artinya tiga kali atau lebih dari setiap haploid kromosom yang khas dimiliki tetuanya. Jika gamet yang dihasilkan diploid (2n) dan bersatu dengan gamet normal haploid (n), maka hasil setelah fertilisasi adalah individu 3n atau triploid, dan jika dua gamet diploid bersatu adalah individu 4n atau tetraploid.

Gagal berpisah letal adalah gen letal (gen yang menyebabkan kematian pada suatu individu yang memilikinya) yaitu gagal satu atau lebih kromosom untuk berpisah pada peristiwa meiosis. Contoh gagal berpisah yang terjadi pada lalat buah seperti pada diagram berikut.

Peristiwa gagal berpisah pada persilangan lalat buah (Drosophila melanogaster) antara betina bermata merah dengan jantan bermata putih.

Keterangan :
1. Nomor 1 kromosom seks XX adalah betina bermata merah dan nomor 6 kromosom seks XY adalah jantan bermata putih (yang diharapkan).

2. Nomor 2 kromosom seks XXX adalah betina super dan nomor 5 kromosom seks XXY betina bermata putih (pengecualian pertama).

3. Nomor 3 kromosom seks X dari jantan bermata merah (pengecualian kedua) dan nomor 4 kromosom seks Y berkelamin jantan dan mati (letal).

No comments:

Post a Comment