Sunday, October 26, 2014

Minyak Sawit Merah Red Palm Oil (RPO)

MINYAK KELAPA SAWIT MERAH ( Red Palm Oil)


Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi makanan atau pangan fungsional.  Salah satunya kelapa sawit.  Makanan atau pangan fungsional merupakan pangan alami (sebagai contoh, buah-buahan dan sayur-sayuran) atau pangan olahan yang mengandung komponen bioaktif sehingga dapat memberikan dampak positif pada fungsi metabolisme manusia (Widarta, 2007).
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 % perikarp dan 20 % kernel yang dilapisi kulit yang tipis.  Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 sampai 40 %.  Kelapa sawit dapat menghasilkan dua jenis minyak yang sangat berlainan, yaitu minyak yang berasal dari daging buah kelapa sawit disebut minyak sawit kasar (CPO/Crude Palm Oil) dan minyak yang berasal dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti sawit (PKO/Palm Kernel Oil) (Ketaren, 2005).
Proses pemurnian minyak terdiri dari beberapa tahap yaitu pemisahan gum (degumming), netralisasi (deasidifikasi), pemucatan (bleaching) dan deodorisasi. (Allen, 1997). Minyak sawit memiliki kandungan gizi yang lebih unggul dibandingkan dengan minyak zaitun, kedelai dan jagung.  Selain mengandung provitamin A yaitu α-karoten, β-karoten dan vitamin E (tokoferol dan tokotrienol), minyak sawit mengandung berbagai jenis zat bioaktif lain seperti riboflavin, niasin, likopen,  mineral yang terdiri dari  fosfor, potassium, kalsium, dan magnesium (Sibuea, 2011).
Selain dikembangkan sebagai minyak goreng, minyak sawit dapat diaplikasikan untuk mensintesis berbagai produk pangan karena kandungan mikronutrien yang tinggi seperti karotenoid (500 sampai 700 ppm) dan vitamin E (1000 ppm).  Minyak sawit mentah atau CPO berwarna merah-kekuningan menandakan kandungan karotenoid yang tinggi (Sibuea ,2011).
Karotenoid merupakan pigmen alami dalam minyak sawit yang berwarna kuning sampai merah.  Karotenoid pada minyak sawit ini merupakan nilai tambah atau keunggulan minyak sawit dibandingkan minyak nabati lainnya.  Karotenoid mempunyai aktivitas yang penting bagi kesehatan, namun mempunyai sifat yang sensitif terhadap terhadap beberapa kondisi pengolahan minyak makan secara konvensional yaitu pengolahan suhu tinggi maupun oksidasi (Winarno, 1997).
Untuk menghasilkan minyak sawit dengan kandungan karotenoid yang tinggi maka proses bleaching dan deodorisasi tidak dilakukan karena komponen minor seperti karotenoid akan terserap oleh bleaching earth (tanah pemucat) dan rusak oleh suhu tinggi (260 – 280 OC) dan tekanan vakum rendah pada proses deodorisasi (Ariana et al., 1996).  Menurut Rossi et al. (2001), bleaching earth dapat menyerap sekitar 20 sampai 50 % karotenoid dari degummed oil.  Hasil pengolahannya disebut minyak sawit merah (Red Palm Oil).  Minyak sawit merah adalah minyak sawit yang diperoleh tanpa melalui proses pemucatan (bleaching) dengan tujuan mempertahankan kandungan karotenoidnya.  Minyak sawit merah ini telah dikembangkan sebagai produk baru oleh Malaysian Palm Oil Board, karena minyak sawit merah kaya akan senyawa fitokimia seperti tokoferol, karotenoid, ubiquinon, dan sterol (Ping dan May, 2000).
Menurut Basiron dan Weng (2004), manfaat dari minyak sawit merah yang tidak dihilangkan kandungan karotennya selama pengolahan dapat digunakan sebagai pangan fungsional, karena minyak sawit merah berperan sebagai carrier provitamin A dan vitamin E untuk konsumen.  Minyak sawit merah dapat juga digunakan sebagai pewarna alami.
Setelah proses degumming dan netralisasi dilakukan, maka dilakukan tahap fraksinasi.  Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein) dari minyak (Timms, 1997). Fraksinasi merupakan proses pemisahan fraksi cair dan fraksi padat dari minyak, dengan winterisasi.  Proses ini merupakan pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah dengan cara pendinginan (chilling) hingga suhu 5 sampai 7 OC.  Pada proses pembuatan minyak merah, pemisahan dengan metode ini sering menyisahkan sebagaian kecil dari fraksi stearin sehingga terbentuk endapan apabila disimpan.  Stearin merupakan fraksi yang lebih solid(padat), fraksi ini merupakan co-product yang diperoleh dari minyak sawit bersama-sama dengan olein.
Stearin memiliki slip melting point (titik leleh) pada kisaran 46 sampai 56 OC, sedangkan olein pada kisaran 13 sampai 23 OC. Hal ini menunjukkan bahwa stearin yang memiliki slip melting point yang lebih tinggi akan berada dalam bentuk padat pada suhu kamar (Choo et al., 1993). Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang lama dan kecepatan sentrifugasi untuk menghasilkan minyak merah fungsional yang memiliki karakteristik sesuai standar.
 Minyak sawit merah adalah minyak sawit yang diperoleh tanpa melalui proses pemucatan (bleaching) dengan tujuan mempertahankan kandungan karotenoidnya. Bleachingbertujuan menghilangkan sebagian besar bahan pewarna tak terlarut atau bersifat koloid yang memberi warna pada minyak (Nagendran et al. 2000).  Menurut Helena (2003), sekitar 80% karotenoid hilang selama proses bleaching.  Sedangkan menurut Ketaren (2005), arang aktif (bleaching agent) sebesar 0,1 sampai 0,2% dari berat minyak dapat menyerap zat warna sebanyak 95 sampai 97% dari total zat warna yang terdapat pada minyak sawit kasar.  Dibandingkan dengan minyak goreng biasa, minyak sawit merah memiliki aktivitas provitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi.  Karakter ini membuat minyak sawit merah sangat baik dipandang dari segi nutrisi (Jatmika dan Guritno, 1997).  Gambar minyak sawit merah dapat dilihat pada Gambar 1.



Gambar 1. Minyak kelapa sawit merah (RPO)
Minyak sawit merah mengandung karoten sebesar 600 sampai 1000 ppm. Karotenoid yang terdapat dalam minyak sawit terdiri dari α-karoten ± 36,2 %, β-karoten ± 54,4 %, τ-karoten ± 3,3 %, likopen ± 3,8 %, dan santofil ± 2,2 % (Naibaho, 1990).  Menurut Sukarjo et al. (1991), sebanyak kurang lebih 800 ppm tokoferol terdapat dalam minyak sawit yang merupakan campuran dari α-tokoferol 20 %, α-tokotrienol 25 %, τ-tokotrienol 45 %, dan δ-tokotrienol 10 %.  Kelompok senyawa tokoferol ini tidak hanya penting karena peranannya sebagai antioksidan alami tetapi secara fisiologis juga aktif sebagai vitamin, yaitu vitamin E.  Sedangkan menurut Kritchevsky (2000), kadar karotenoid pada minyak sawit merah yaitu sebesar 550 ppm (sebanyak 375 ppm adalah β-karoten), dan kadar tokoferol sebesar 468 ppm.
Karotenoid memberikan karakteristik warna orange sampai merah pada minyak sawit.  Karotenoid, khususnya α-karoten dan β-karoten merupakan precursor vitamin A di dalam tubuh (Nagendran et al. 2000).  Minyak sawit yang berwarna merah dapat digunakan untuk menanggulangi defisiensi vitamin A karena kandungan β-karotennya (Muhilal, 1991).  Selain itu, dapat digunakan untuk mencegah penyakit jantung koroner dan penyakit kanker, serta mengganti sel-sel yang telah rusak (Iwasaki dan Murakoshi, 1992).
Minyak sawit merah komersial biasanya merupakan fraksi olein minyak sawit mentah. Minyak sawit merah fraksi olein diperoleh dengan memisahkan fraksi olein dari fraksi stearin melalui peningkatan suhu hingga 70 OC dan penurunan suhu secara perlahan-lahan hingga suhu kamar sambil diaduk (Weiss, 1983).  Setelah difraksinasi, minyak sawit merah ini terpisah menjadi dua fraksi yaitu olein (cair) dan stearin (padat).  Menurut Chooet al. (1989), minyak sawit merah fraksi olein mengandung karotenoid sebesar 680 sampai 760 ppm dan minyak sawit merah fraksi stearin ternyata masih memiliki kandungan karotenoid yang cukup tinggi, yaitu sebesar 380 sampai 540 ppm.  Sehingga fraksi stearin juga bisa dimanfaatkan sebagai minyak makan.  Karakteristik kualitas minyak sawit mentah dan olein minyak sawit merah diperlihatkan pada Tabel 4.
Table 4. Karakteristik kualitas minyak sawit mentah dan olein minyak sawit merah.
Sampel
ALB (%)
BP (meq/kg)
Karoten (ppm)
Tokoferol (ppm)
Fe (ppm)
P (ppm)
Minyak sawit merah
3,53
2,32
643
869
-
-
Olein minyak sawit dengan pemurnian
3,53
0,44
514
864
-
-
Olein sawit merah
0,04
0,10
513
707
1,6
n.d.
RBD minyak sawit
0,04
0,10
Nil
561
1,6
n.d.
Sumber : Choo et al. (1993)

Menurut Ong dan Tee (1992), di alam telah diisolasi 600 jenis karotenoid. Karotenoid yang terkandung dalam minyak sawit merah 91,18% diantaranya merupakan β-karoten dan α-karoten yang mempunyai aktivitas provitamin A yang tinggi (Naibaho, 1990).  Kadar karoten minyak sawit merah 60 kali lebih besar dibandingkan dengan minyak goreng (Jatmika dan Guritno, 1997).
Minyak sawit merah tidak dianjurkan digunakan sebagai minyak goreng, karena karotenoid yang terkandung didalamnya rusak pada suhu tinggi.  Minyak ini lebih dianjurkan sebagai minyak makan sebagai menumis sayur, daging dan bumbu. Minyak sawit merah juga baik digunakan dalam pembuatan salad oil (minyak salad), serta dapat digunakan sebagai bahan fortifikan makanan untuk produk pangan berbasis minyak atau lemak, seperti margarin dan selai kacang (Andarwulan et al. 2003).

No comments:

Post a Comment